Mendidik dengan Hati, Menulis dari Desa | Senin 7 April 2025 | Foto: Ist
GARDAJATIM.COM : Bagi sebagian orang, literasi mungkin hanya sebatas kegiatan membaca dan menulis. Namun tidak bagi Samsul Hadi, seorang guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di SDN 1 Krebet Jambon Ponorogo sekaligus mahasiswa pascasarjana di IAIN Ponorogo.
Baginya, literasi adalah perjuangan yang hidup upaya membebaskan pikiran, memberdayakan masyarakat, dan membangun narasi yang lebih adil dan inklusif.
Samsul Hadi adalah seorang pendidik muda asal Ponorogo yang tidak hanya aktif di sekolah dasar, tetapi juga aktif menggerakkan komunitas literasi Ruang Desa.
Kiprahnya menjembatani dunia akademik dan praktik pendidikan masyarakat membuatnya dikenal sebagai sosok yang konsisten memperjuangkan literasi yang membumi.
Sebagai guru, Samsul Hadi tidak hanya mengajarkan siswa cara membaca dan menulis, tetapi juga menanamkan karakter yang baik, memahami makna dalam teks, dan mengaitkannya dengan konteks sosial.
Ia menggabungkan materi ajar PAI dengan pendekatan literasi agar siswa tidak hanya hafal, tetapi juga sadar.
“Saya ingin anak-anak tidak hanya bisa membaca doa atau hafalan, tapi juga mampu membaca realitas—mengerti haknya, memahami lingkungannya, dan punya keberanian untuk bertanya,” ujar Samsul Hadi ketika ditemui di SDN 1 Krebet, Senin (7/4/2025).
Foto : Samsul Hadi, Guru SDN 1 Krebet, Jambon, Ponorogo
Semangat literasi ini mulai ia tanamkan sejak pertama kali mengajar di SDN 1 Krebet pada tahun 2023.
Namun perjuangannya dalam literasi sudah ia mulai sejak masa kuliah, dan terus berkembang melalui kegiatan komunitas hingga ke ruang-ruang seminar sebagai pembicara.
Kegiatan literasi yang ia gerakkan berpusat di dua ruang. Jejaring Organisasi Kemahasiswaan dan komunitas literasi Ruang Desa di Dusun Medang, Desa Sampung, Ponorogo.
Menurut Samsul Hadi, literasi tak cukup jika hanya berhenti sebagai slogan. Literasi harus menjadi alat perjuangan: untuk mencerdaskan, menyuarakan keadilan, dan mengangkat potensi lokal.
“Saya lahir dari keluarga petani. Saya tahu betapa pentingnya pengetahuan yang membumi. Literasi harus hadir dalam bahasa dan kebutuhan masyarakat, bukan sekadar wacana elit,” tambahnya.
Dengan pendekatan kontekstual dan reflektif, Samsul Hadi mengintegrasikan nilai-nilai literasi dalam pelajaran PAI, menggunakan media buku cerita anak, tafsir tematik, hingga dongeng kultural.
Ia juga mengajak berdiskusi, menulis refleksi harian, dan terlibat dalam kegiatan membaca bersama di komunitas luar sekolah.
Bagi Samsul Hadi, ruang kelas adalah medan perjuangan, dan literasi adalah senjatanya.
Ia menolak tunduk pada sistem pendidikan yang hanya mencetak hafalan. Ia memilih jalan sunyi mendidik dengan hati, menggerakkan dengan gagasan, dan menulis masa depan dari desa.
Oleh : Minul Anggraeni
Editor : Redaksi
Posting Komentar