GARDAJATIM.COM: Kanjeng Raden Adipati (K.R.A.) Sosronagoro, seorang tokoh penting dalam sejarah Keraton Surakarta, lahir pada 14 Februari 1811 di lingkungan Dalem Mangkubumen, Surakarta.
Ia merupakan putra sulung Raden Pandji Wiryadipuro, yang berasal dari garis keturunan Bathara Katong, Bupati Ponorogo.
Sejak muda, Raden Bagus Imbram—nama kecilnya—mendapat pendidikan agama di Pondok Pesantren Gebang Tinatar, Ponorogo. Ia dikenal sebagai santri yang menguasai Al-Qur'an dan hukum fikih, serta memiliki kecerdasan dan kepribadian yang santun.
Kariernya dimulai pada tahun 1839, saat diangkat sebagai Wakil Bupati Ponorogo dengan gelar Raden Atmosaputro.
Sepuluh tahun kemudian, ia menjadi Bupati Ponorogo dengan nama Raden Panji Djajaningrat.
Kepemimpinannya yang cakap dan religius menarik perhatian Sunan Pakubuwana IX, yang kemudian mengangkatnya sebagai Bupati Pangagenging Parentah Keraton Surakarta pada tahun 1862, dengan gelar Raden Tumenggung Wiryodiningrat.
Pada 10 Mei 1866, ia naik jabatan menjadi Wakil Papatih Dalem dengan gelar K.R.A. Sosronagoro.
Setahun kemudian, tepatnya 23 Juni 1867, ia resmi diangkat menjadi Patih Dalem Keraton Surakarta, sebuah posisi penting dalam pemerintahan kerajaan.
Atas jasanya, ia dianugerahi gelar kehormatan Ridder Orde van de Nederlandsche Leeuw pada 19 Januari 1885.
Setelah mengabdi sebagai Patih selama 20 tahun, K.R.A. Sosronagoro mengundurkan diri pada 5 Juli 1887 dan menerima pensiun sebesar 500 gulden per bulan.
Kehidupan Pribadi dan Keturunan
K.R.A. Sosronagoro menikah dengan BRAY Adipati Sosronagoro pada tahun 1831. Dari pernikahan ini, mereka dikaruniai beberapa putra dan putri, di antaranya:
R.Ay. Suryabrata
R.M. Ngabehi Purwakusuma
R.M. Ngabehi Purwawijaya
R.Ay. Adipati Mangunkusuma
R.M. Tumenggung Wiryodiningrat
R.M. Ngabehi Sasrahandana
R.Ay. Tandanagara
R.Ay. Mangunnagara
K.R.A. Sasradiningrat IV
R.Aj. Saparin
R.M. Tumenggung Wreksadiningrat
Akhir Hayat dan Warisan
K.R.A. Sosronagoro wafat pada 16 Oktober 1905 dalam usia 86 tahun. Ia dimakamkan di Astana Manang, Sukoharjo – Surakarta.
Sebelum wafat, ia memberikan pesan kepada putranya, K.R.M.A. Sosrodiningrat IV, yang juga menjabat sebagai Patih Surakarta:
"Ngger Kowe Saiki dadi Patih, nyekel Negoro Kuwi ora gampang, luwih-luwih nagoro Surokarto winengku ing walondo dadi Soyo
abot Welingku netepono kang diarani Budi
luhur Sarto tumindak sak kuwat-kuwatmu
murih rahayuning kawulo,mesti bakal Slamet ora Ono sawiji opo. Gegambarane kewan ora biso ngereh manungso, nanging kosok baline manungso iso ngereh hawanapsu. Ojo Wedi menowo Kowe ora kanggo, nggonmu tumindak bener lan becik. "Tak umpamake barleyan tumibo ing pawuhan, sanadyan Ono papan kang ora Prayogo, yen konangan uwong mesti kaget, dene Ono barang becike koyo mangkono teko Ono pawuhan, kadadeyane di jupuk, diemi-emi lan diopeni"
Pesan ini menjadi warisan berharga bagi generasi penerus, mencerminkan kebijaksanaan dan keteguhan hati K.R.A. Sosronagoro dalam mengabdi kepada rakyat dan negaranya.
Dikutip dari berbagai sumber
Oleh: M. Ng. Fajar Setiawan Wartoprasetyo
Posting Komentar