bukan tentang janji yang tak tertunaikan,
bukan pula tentang langkah yang tersesat di persimpangan.
Kita tahu sejak awal,
bahwa kebersamaan adalah titian rapuh,
tempat angin bisa datang sesuka hati,
menggugurkan kelopak-kelopak harap yang pernah mekar.
Kita memulainya dengan sadar,
dengan mata yang tak dibutakan angan,
dengan hati yang tak dibutakan mabuk rindu.
Namun siapa sangka,
perlahan, rasa itu menghilang
bukan dengan gemuruh, bukan dengan pertanda, hanya lenyap, seperti kabut yang dipeluk pagi, seperti ombak yang mencium pasir lalu pergi.
Tak ada kata perpisahan,
tak ada kesepakatan untuk saling meninggalkan, hanya jeda yang semakin panjang, hanya suara yang semakin lirih,
hanya tatapan yang kehilangan makna.
Seakan semua ini hanya lagu
yang mendadak berhenti di tengah bait,
meninggalkan gema yang menggantung di udara.
Aku mencarimu dalam sepi,
dalam jejak-jejak yang mungkin kau tinggalkan, tapi yang kudapati hanya sunyi
dan bayangmu yang kian samar di pelupuk ingatan.
Adakah ini takdir yang memang harus kita jalani? Ataukah ini hanya kisah yang sejak awal telah dituliskan untuk berakhir?
Aku tak akan menyalahkan waktu,
tak akan menyalahkan takdir,
karena ini bukan tentang kesalahan,
ini tentang hati yang kehilangan jalan,
tentang rasa yang pergi tanpa ucapan selamat tinggal.
M. Ng. Fajar Setiawan Prasetyo
Posting Komentar