Masyarakat Dusun Pringroto, Desa Punjung melakukan kegiatan bersih makam "geren kubur" untuk menyambut bulan suci ramadhan. Jum'at, 21 Februari 2025. (FOTO: Eko Purnomo/Garda Jatim).
GARDAJATIM.COM: Sudah menjadi sebuah tradisi setiap menjelang bulan suci Ramadhan, kaum muslimin khususnya di pulau Jawa akan melaksanakan kegiatan bersih-bersih makam atau dalam bahasa lokal disebut sebagai "Geren Kubur".
Hal itu tak luput juga di kabupaten Pacitan. Terlihat mulai awal bulan Februari lalu masyarakat sudah mulai melakukan tradisi tersebut di berbagai wilayah. Kegiatan ini sudah menjadi rutinitas tahunan dan dianggap sebagai bentuk persiapan untuk menyambut bulan suci.
Tradisi ini juga mencerminkan kepedulian terhadap warisan budaya dan kearifan lokal yang perlu dilestarikan guna memperkaya identitas dan kehidupan bersosial di tengah arus globalisasi.
Bersih makam bukan hanya sekadar kegiatan fisik membersihkan kuburan (pemakaman) dari rumput liar atau tumbuh-tumbuhan, tetapi juga memiliki makna mendalam dalam budaya masyarakat setempat.
Salah satu maknanya adalah sebagai bentuk penghormatan kepada para leluhur, keluarga, sanak saudara yang telah meninggal. Selain itu, bersih makam juga sebagai pengingat bagi yang masih hidup, bahwa manusia pasti akan mati dan meninggalkan semua yang ada di dunia.
Secara filosofi, umat muslim diingatkan agar selalu ingat kepada Allah SWT, tidak memiliki sifat sombong dan serakah karena semua yang ada di dunia akan ditinggalkan ketika sudah meninggal.
Tradisi bersih makam sekaligus juga sebagai sarana untuk mempererat hubungan kekeluargaan dan memperkuat rasa solidaritas antarwarga. Dimana para warga bergotong-royong bersama untuk membersihkan makam dilingkungan mereka, sehingga area makam terlihat bersih dan indah.
Usai melakukan bersih makam, biasanya masyarakat di kabupaten Pacitan akan melaksanakan "Megengan" beberapa hari sebelum memasuki bulan puasa ramadhan.
Kegiatan megengan di awali dengan ziarah kubur dan tabur bunga (nyekar) di atas makam para leluhur, kemudian dilanjutkan dengan pembacaan do'a-do'a seperti tahlil, surat Yasin di masing-masing rumah warga dengan mengundang tetangga sekitar atau dilakukan bersamaan menjadi satu di masjid setempat.
Tradisi megengan merupakan perpaduan budaya Jawa dan Islam yang diwariskan oleh para Wali Songo.
Keunikan dari acara megengan adalah adanya hidangan khas seperti apem, jadah dan lain sebagainya. Berbagai macam makanan tersebut mengajarkan umat Islam untuk saling berbagi dan memberikan sedekah kepada sesama umat manusia.
Kata megengan sendiri berasal dari bahasa Jawa yang memiliki arti "menahan". Makna tersebut dimaksudkan untuk mengingatkan umat muslim agar mampu menahan hawa nafsunya, terlebih ketika bulan suci Ramadan. (Ek)
Posting Komentar