Plang yang di pasang oleh Gakkum KLHK di lokasi tambang PT.GLI
GARDAJATIM.COM: Perusahaan tambang tembaga, PT Gemilang Limpah Internusa (GLI) yang ada di kabupaten Pacitan, Jawa Timur, kembali mendapatkan protes keras dari sejumlah warga desa Cokrokembang, Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Pacitan.
Protes itu lantaran tambang tersebut terlihat kembali beroperasi selama dua hari mulai Senin, 6 hingga Selasa, 7 Januari 2025.
PT. GLI masih beroperasi pada hari Senin, 6 Januari 2025 meski sudah di hentikan oleh Gakkum KLHK.
Padahal diketahui bahwa PT. GLI telah di hentikan kegiatan pertambanganya sejak bulan Juli 2024 lalu oleh Balai Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Bukan tanpa alasan protes yang dilakukan oleh sejumlah masyarakat tersebut. Hal itu didasari adanya efek negatif dari limbah pertambangan yang mencemari lingkungan warga, mulai dari sumber air masyarakat, merusak lahan pertanian dan mencemari sumber air irigasi warga.
Bahkan sampai hari ini permasalahan tersebut belum menemukan solusinya.
Menurut Gunadi, Kepala Desa Cokrokembang mengatakan bahwa, GLI yang sempat ditutup dan kembali beroperasi pada 2019 lalu memang memberikan kontribusi kepada desa.
Kontribusi yang diberikan sejak 2020 sebesar Rp. 7,5 juta setiap bulanya. Dana ini dinilai tak sebanding dengan kerugian yang di alami masyarakat karena lahan pertanian rusak dan lingkunganya tercemar.
"Awalnya dulu kompensasi tersebut dimasukkan kedalam APBDes, tetapi karena ramai di masyarakat, akhirnya kita serahkan ke Pokmas untuk pengelolaan dana tersebut," terang Gunadi saat diminta keterangan di rumahnya, Selasa (14/1/2025).
Lebih lanjut, Gunadi menjelaskan kronologi PT.GLI yang kembali beroperasi selama 2 hari tersebut. Ia mengaku tidak tau siapa yang memberikan izin kepada PT.GLI untuk kembali beroperasi.
"Jadi kemarin setelah realisasi ganti rugi gagal panen dari Gakkum KLHK, pihak GLI ada yang datang ke desa meminta izin untuk mengeluarkan material yang ada di dalam terowongan dengan berbagai alasan. Salah satunya mengatakan berbahaya jika material itu tidak segera di keluarkan," jelas Gunadi.
"Namun kami tetap tidak bisa mengizinkan sebelum ada surat resmi dari Balai Gakkum Provinsi. Tetapi kami kaget, tiba-tiba mendapat laporan dari warga bahwa tambang tersebut kembali beroperasi," imbuhnya.
Gunadi juga menjelaskan bahwa setelah proses yang panjang, akhirnya para petani yang terdampak limbah tersebut mendapatkan ganti rugi.
Ganti rugi yang diterima para petani dari Gakkum besaranya sesuai dengan tingkat kerusakan lahan pertanian dan hanya dihitung dari hasil panen padi saja.
"Untuk yang tingkat kerusakanya parah atau yang paling dekat dengan bantaran sungai mendapatkan ganti rugi 7,5juta, rusak sedang 5,5juta dan rusak ringan 3,5juta, itu untuk ganti rugi dari tahun 2022 hingga 2024," bebernya.
Kondisi sungai yang berada tepat dibawah IPAL PT.GLI tampak berwarna kuning kemerahan-merahan.
Sementara itu, menurut Tulus, salah satu warga sekitar mengatakan bahwa semenjak tercemar limbah tambang, lahan-lahan pertanian di sekitarnya tidak bisa digarap, kalaupun di tanami pasti tidak akan panen. Rumput pun sulit untuk tumbuh di sekitar lokasi.
"Awal hujan kemarin saya gunakan air sumur untuk mengisi air kolam, tapi ikan-ikan dikolam tersebut malah mati semua," kata Tulus.
Mendengar hal itu, tim media pun mendatangi lokasi lahan pertanian warga yang tercemar limbah tambang. Bahkan juga mendatangi tempat Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) untuk memastikan hal tersebut.
Proses pengendapan limbah PT.GLI, limbah padat hanya ditumpuk sekitar IPAL. (FOTO: Eko Purnomo/Garda Jatim).
Berdasarkan hasil penelusuran, pengolahan limbah tambang tersebut hanya di encerkan di dalam wadah penggilingan, kemudian di campur dengan kapur. Setelah itu, limbah yang sudah menjadi lumpur di endapkan kedalam wadah berbentuk kotak.
Air endapan tersebut kemudian dibuang ke sungai, sedangkan endapan padat/lumpur di masukan kedalam karung.
Tempat penggilingan limbah tampak airnya berwarna keruh
Media menduga bahwa zat-zat kimia dari limbah tambang tersebut masih ada, sehingga ketika dibuang ke sungai mencemari lingkungan yang ada di bawahnya. Hal itu yang mungkin menjadi penyebab lahan pertanian rusak dan ikan mati.
Selain itu, sangat di sayangkan limbah padat yang dimasukkan karung tersebut hanya di tumpuk di sekitar pengelolaan IPAL, sehingga ketika terkena air akan mengalir ke sungai yang ada di bawahnya.
Melihat dampak buruk dari kegiatan PT.GLI, masyarakat pun berharap mendapatkan perhatian dan solusi dari pemerintah maupun dari pihak lain.
"Jadi solusi yang kami harapkan, yang pertama adalah air bersih untuk masyarakat, kemudian netralisasi air sungai untuk irigasi pertanian, dan pemulihan lahan pertanian," pinta Tulus mewakili warga Desa Cokrokembang.
Posting Komentar