Legal Officer (LO) PT. Gemilang Limpah Internusa (GLI), Badrul Amali S.H.,M.H
GARDAJATIM.COM: PT.Gemilang Limpah Internusa (GLI) yang berada di Desa Kluwih, Kecamatan Tulakan, Kabupaten Pacitan, beberapa saat lalu mendapat protes dari sejumlah warga desa Cokrokembang, Kecamatan Ngadirojo, Pacitan.
Pasalnya, meskipun tambang tersebut terletak di Desa Kluwih, namun efek limbahnya mencemari lingkungan masyarakat yang ada dibawahnya, yaitu masyarakat desa Cokrokembang.
Selain itu, usai di hentikan sementara operasionalnya oleh Gakkum KLHK pada bulan Juni 2024 lalu, warga melihat adanya aktivitas kembali selama dua hari pada Senin dan Selasa minggu lalu. Hal inilah yang memicu protes dari sejumlah warga desa Cokrokembang.
Menanggapi hal itu, Legal Officer (LO) dari PT. GLI, Badrul Amali S.H.,M.H., pun buka suara.
Menurutnya, saat ini kondisi perusahaan sedang tidak baik-baik saja. Hal itu dikarenakan sejak beberapa bulan lalu PT.GLI menerima sanksi dari Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang menutup sementara operasional tambang.
“Tambang ini memang sudah lama tutup dan kami tetap mentaati segala bentuk aturan yang ada,” kata Badrul Amali, S.H., M.H., C.L.A., CMLC, saat ditemui awak media, Kamis (16/1/25).
Selain itu, dirinya menjelaskan bahwa ketika masih beroperasi, hasil dari pertambangan tersebut pun tidak seberapa. Menurut perhitunganya, hasil tambang GLI hanya berkisar 17juta perhari.
"Dalam keadaan lancar saja, kapasitas produksinya maksimal hanya 10 dum truck perhari. Begitu peledak sudah tidak ada izin, turun drastis kapasitas produksinya, dari 10 truck paling cuma 5 truck perhari," jelasnya.
Bedeng yang dipasang oleh KLHK di lokasi tambang PT GLI
Mengenai adanya aktivitas pengangkutan material yang ada di lokasi tambang tersebut, Badrul tak memungkirinya.
Ia menjelaskan bahwa kegiatan itu dilakukan karena adanya maintenance atau perbaikan terowongan secara berkala. Sehingga material yang ada di dalam pun harus dikeluarkan, karena selain mengganggu jalannya maintenance, juga membahayakan jika dibiarkan.
"Terowongan itu harus di maintenance, kalau tidak, bahaya bisa ambruk. Nah dari kegiatan maintenance itu ada material yang menumpuk di dalam dan mengganggu aktivitas maintenance, sehingga harus dikeluarkan," terang Badrul.
Sementara itu, terkait dengan adanya Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), Badrul menjelaskan bahwa pihak GLI sudah ada upaya dan selalu melakukan pengecekan lab secara berkala, sehingga dapat terdeteksi tingkat bahaya kandungan air tersebut.
"Tidak ada tambang dimanapun bisa mengendalikan limbah hingga 100 persen, karena adanya faktor alam. Kita sudah upayakan, bahkan kita libatkan masyarakat dalam pengolahan IPAL," tegas Badrul.
“Pengecekan ini kita lakukan secara rutin berkala dan bahkan setiap waktu juga ketika limbah tersebut dicurigai membahayakan,” imbuhnya.
Begitu juga mengenai ganti rugi gagal panen kepada warga, pihak GLI pun sudah memberikanya melalui Gakkum KLHK Provinsi.
Bahkan uang ganti rugi tersebut sudah diberikan kepada Kelompok Tani (Poktan) baik di Desa Kluwih maupun Desa Cokrokembang.
“Kita sudah berikan itu semuanya sesuai dengan persetujuan warga masyarakat yang terdampak oleh limbah. Kemarin kurang lebih 1 milliar 40 juta totalnya, dan itu sudah diserahkan kepada kelompok tani (Poktan),” tandasnya lagi.
Ia juga memastikan bahwa tidak akan ada kegiatan operasional apapun sebelum ada surat izin dari Gakkum KLHK maupun ESDM.
"GLI ini patuh dengan aturan. Sebelum itu ada izin produksi, tidak akan melaksanakan produksi, baik itu manual maupun menggunakan peledak. Dan kami juga tidak akan melanggar aturan yang telah ditetapkan oleh kementerian ESDM," pungkasnya.
Posting Komentar