GARDAJATIM.COM: Permasalahan pelaksanaan Program Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) kembali mencuat ke publik. Kali ini, permasalahan datang dari Desa Plumbungan, Kecamatan Kebonagung, Kabupaten Pacitan.
Hari ini, Selasa (24/12/2024) sekitar pukul 10.00 WIB, puluhan warga yang dikoordinir oleh Sumawat, Pradip dan Nur menggeruduk kantor desa Plumbungan karena merasa tak puas dengan pelaksanaan PTSL di desanya tersebut.
Pemerintah desa, didatangi warganya yang akan menyampaikan aspirasi, membuka ruang dialog dan mempersilahkan serta memfasilitasi untuk masuk kedalam gedung Kantor Desa.
Camat Kebonagung, Udin Wahyudi di dampingi Kapolsek Kebonagung, Iptu Haming Agus Purnama dan Ndanramil Kebonagung hadir sebagai mediator antara pemerintah Desa dan Pokmas dengan warga masyarakat.
Menurut Udin, penyampaian aspirasi, uneg-uneg merupakan sesuatu yang biasa dilakukan sebagai kontrol pemerintah desa.
"Tidak apa-apa, memang masyarakat wajib menyampaikan aspirasi, keluhan maupun permasalahan yang ada di masyarakat itu di sampaikan kepada pemerintah desa demi kemajuan yang ada di desa Plumbungan ini. Jadi tidak ada larangan untuk menyampaikan aspirasi tersebut," ujar Udin Wahyudi.
Tetapi Camat Kebonagung berharap dialog mediasi ini bisa berjalan dengan baik dan kondusif serta menghasilkan kesepakatan yang bisa diterima oleh semua pihak.
Ia juga menekankan pentingnya tranparansi dan keterlibatan masyarakat dalam semua program atau kebijakan yang di ambil oleh pemerintah desa. Sehingga hal seperti ini tidak terulang di kemudian hari.
Lebih lanjut, dalam pertemuan itu puluhan warga tersebut menuntut Kelompok Masyarakat (Pokmas) yang menjadi pelaksana PTSL dan pemerintah desa untuk menurunkan tarif pungutan program tersebut.
Sumawat, koordinator yang menjadi salah satu pembicara dari pihak masyarakat menanyakan terkait tarif atau pungutan PTSL di desa Plumbungan yang terlalu mahal dibandingkan dengan desa sekitar.
"Dengan pungutan 250.000 ini, meskipun masing-masing desa punya kebijakan sendiri, kalau desa Plumbungan itu meniru tetangga desa seperti Karangnongko dibuat 150.000 bagaimana? Itu yang pertama," kata Sumawat mengawali dialog tersebut.
Ia juga menanyakan terkait pengadaan patok tanah yang dinilai kurang sesuai dengan standar. Padahal patok tersebut akan digunakan untuk selamanya sebagai batas antar tanah satu dengan lainnya.
"Ternyata di dalam patok itu isinya belahan bambu, itu bisa dibuktikan. Yang kedua, mengapa patok itu tidak membuat sendiri saja, padahal itu bisa memberdayakan masyarakat yang tidak mempunyai pekerjaan," imbuh Sumawat.
Ia menyayangkan sikap dari pokmas dan pemerintah desa yang dinilai kurang melibatkan masyarakat dan hanya melibatkan perangkat desa serta segelintir orang dalam menentukan kebijakan pelaksanaan PTSL tersebut.
Sehingga hal itu menimbulkan kegaduhan dan bahan perbincangan di antara masyarakat.
Lebih dari itu, dirinya mewakili puluhan warga yang hadir juga menanyakan alasan Pokmas membeda-bedakan tarif pungutan PTSL yang dinilai sebagai kebijakan yang asal.
"Yang promo bayarnya 200 ribu untuk orang yang bisa membayar di awal, yang tidak ikut promo bayarnya 250 ribu, kenapa mesti di beda-bedakan. Apa dasarnya," tanya Sumawat kembali.
Sementara itu, Aksan, Sekretaris Desa Plumbungan yang sekaligus Ketua Pokmas PTSL menjelaskan bahwa, besaran pungutan tersebut sudah menjadi kesepakatan antara Pokmas dengan masyarakat.
Ia mengatakan, perbedaan pungutan tersebut dengan desa lain dikarenakan kebutuhan tiap desa berbeda-beda, salah satunya terkait dengan besaran honor tukang ukur.
"Biaya tersebut digunakan untuk kebutuhan proses pelaksanaan PTSL. Untuk desa Plumbungan jumlahnya ada sekitar 1.800an bidang tanah. Jadi kalau di rata-rata biaya per bidang sekitar 200 ribu," jelas Aksan.
Namun warga tetap kukuh ingin agar pungutan PTSL di samakan dengan desa Karangnongko, yakni sebesar Rp 150.000.
Mediasi dan negosiasi sempat berjalan alot, sampai salah satu warga menanyakan rincian biaya PTSL tersebut.
Pertanyaan tersebut mau tidak mau akhirnya dijawab oleh Aksan selaku ketua Pokmas. Berdasarkan uraianya, total kebutuhan biaya untuk pelaksanaan PTSL di desa Plumbungan berkisar Rp 278 jutaan.
Sehingga kalau dibagi untuk 1.800 bidang tanah yang di daftarkan PTSL, kebutuhan masing-masing bidang sekitar Rp 160.000.
Akhirnya semua peserta forum, atas arahan dan kebijakan dari Kepala Desa menyepakati bahwa pungutan PTSL diturunkan menjadi Rp 160.000, sementara untuk yang sudah terlanjur membayar Rp 200.000 atau Rp 250.000 akan dikembalikan ketika pembayaran dari para warga telah selesai.
Banyaknya permasalahan pada program PTSL ini membuktikan pelaksanaan program ini perlu dikaji lagi secara menyeluruh, agar hal ini tidak terulang lagi dikemudian hari.
Disisi lain, pertemuan ini ternyata tidak hanya membahas terkait permasalahan PTSL, tetapi juga merambah terhadap kebijakan lain yang dinilai tidak transparan.
Sumawat Cs menyoroti adanya penjualan aset desa berupa kayu yang tidak jelas berapa harganya dan digunakan untuk apa hasil penjualanya. Ia menanyakan adakah musyawarah atau berita acara terkait dengan penjualan aset desa tersebut.
Ahmad Thohir, selaku Kepala Desa Plumbungan menjelaskan bahwa penjualan aset desa tersebut sudah melalui musyawarah dan ada berita acaranya.
"Kayu tersebut laku kalau tidak salah Rp 11.500.00 dan itu sudah dimasukkan ke rekening desa. Uang tersebut digunakan untuk pembangunan balai desa," terang Thohir.
Thohir juga mengatakan, pihaknya terpaksa menjual aset tersebut karena Dana Desa tidak bisa digunakan untuk membangun gedung balai desa.
Di akhir pertemuan, Kapolsek Kebonagung, Iptu Haming Agus Purnama mengapresiasi dialog mediasi antara warga masyarakat dengan pemerintah desa Plumbungan bisa berjalan dengan baik dan kondusif.
Namun pihaknya berharap kepada masyarakat, apabila akan melakukan suatu kegiatan agar membuat pemberitahuan kepada Kepolisian.
"Pertemuan kali ini bisa dikatakan bukan demo, melainkan dialog dan mediasi biasa. Yang terpenting hasil bisa menjadi kesepakatan bersama. Namun kami berharap kepada seluruh masyarakat, apabila akan melaksanakan kegiatan semacam ini, agar membuat pemberitahuan kepada Kepolisian terlebih dahulu," pinta Iptu Haming.
Posting Komentar