GARDAJATIM.COM: Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) melalui Stasiun Klimatologi Jawa Timur mengeluarkan publikasi Nomor 303 pada September 2024 yang memuat prediksi musim hujan tahun 2024/2025 di Provinsi Jawa Timur.
Berdasarkan data tersebut, awal musim hujan di Kabupaten Ponorogo diperkirakan dimulai pada bulan Oktober 2024, kecuali wilayah timur yang baru memasuki musim hujan pada dasarian kedua bulan tersebut.
Puncak musim hujan di Kabupaten Ponorogo umumnya akan terjadi pada bulan November 2024, dengan intensitas curah hujan mencapai 1.500–2.000 mm.
Namun, wilayah timur diprediksi mengalami puncak musim hujan pada Desember 2024, dengan curah hujan yang lebih tinggi, sekitar 2.000–2.500 mm.
Menghadapi hal itu, pemerintah kabupaten (Pemkab) Ponorogo menggelar apel kewaspadaan dan kesiapsiagaan untuk menghadapi potensi bencana hidrometeorologi di Alun-Alun Ponorogo pada Selasa (19/11/2024).
Kegiatan ini dipimpin langsung oleh Komandan Kodim 0802/Ponorogo, Letkol Inf. Dwi Soerjono.
Kegiatan tersebut sebagai bentuk antisipasi terhadap resiko bencana yang mungkin terjadi.
Acara tersebut diikuti oleh sekitar 400 peserta yang terdiri dari sejumlah pejabat Forkopimda lingkup kabupaten Ponorogo, seperti Kapolres Ponorogo, Kepala BPBD Ponorogo, perwakilan Pengadilan Negeri Ponorogo, Kejaksaan Negeri Ponorogo, Ketua BAZNAS, Kapolsek serta Danramil se-Kabupaten Ponorogo.
Selain itu, perwakilan dari KKPH Madiun, KKPH Lawu DS wilayah Ponorogo, dan stakeholder terkait juga turut menyaksikan acara tersebut.
Untuk diketahui, pada tahun ini bencana kekeringan melanda 19 desa yang tersebar di tujuh kecamatan di Kabupaten Ponorogo, yaitu Slahung, Pulung, Bungkal, Sawo, Sooko, Sampung, dan Jambon.
Serta ada sebanyak 1.316 kepala keluarga (KK) terdampak, dengan total populasi mencapai 3.690 jiwa.
Dandim menekankan bahwa kolaborasi adalah kunci dalam menghadapi potensi bencana.
Ia menjelaskan bahwa pihaknya telah mengerahkan Babinsa untuk berbagai langkah antisipasi, sekaligus mengimbau masyarakat agar aktif melaporkan jika terjadi bencana.
"Kolaborasi adalah kunci. Kecepatan kita dalam merespons dan pelaporan dari masyarakat sangat penting. Melalui Babinsa, kami sudah memberikan peringatan kepada warga untuk meningkatkan upaya mitigasi bencana," ungkap Dandim Ponorogo.
Tidak jauh berbeda dengan Kepala BPBD Kabupaten Ponorogo, Masun, dirinya juga memastikan bahwa seluruh personel dan sarana penanggulangan bencana telah dalam kondisi siap.
Ia menyebutkan bahwa Tim Reaksi Cepat (TRC) akan tetap siaga 24 jam untuk menangani bencana yang mungkin terjadi.
"Posko sudah kami siapkan dengan personel TRC yang siap kapan saja jika bencana terjadi, sehingga penanganan bisa langsung dilakukan," tandas Masun.
Pemerintah Kabupaten Ponorogo, melalui BPBD dan didukung oleh TNI, Polri, Basarnas, Perhutani KKPH Madiun dan Lawu, pemerintah desa, serta kelompok-kelompok relawan, telah melakukan berbagai upaya penanggulangan untuk mengatasi kekeringan dan kebakaran hutan.
Dalam sepuluh bulan terakhir, sebanyak 40 kejadian angin kencang dan puting beliung dilaporkan telah merusak pemukiman, dengan 36 KK terdampak.
Intensitas curah hujan yang menyebar hampir di seluruh wilayah Kabupaten Ponorogo juga disertai potensi cuaca ekstrem, khususnya di kecamatan seperti Ponorogo, Sawo, Sukorejo, Sambit, Mlarak, Kauman, Jenangan, Ngebel, dan Babadan, yang lebih sering mengalami angin kencang dan puting beliung.
Meski bencana ini sulit untuk dihindari, namun secara ilmiah, kedatangannya bisa diprediksi dan dipantau melalui rilis peringatan dari BMKG.
Oleh karena itu, pemerintah terus berupaya mengurangi risiko bencana dengan berbagai langkah pencegahan yang sesuai dengan kapasitas yang ada.
Beberapa upaya yang dilakukan pemerintah antara lain, melarang penambangan batu di daerah lereng curam untuk mencegah longsor, melarang pembuangan sampah di sungai untuk mengurangi ancaman banjir, serta melarang berteduh di bawah pohon saat angin kencang untuk menghindari risiko cuaca ekstrem.
Pewarta : Aisy
Editor : Redaksi
Posting Komentar