Pemuda Milenial Dari Desa Gawang, Kebonagung, Sukses Kembangkan Kelompok Perkebunan Kakao

Andaru, Pemuda milenial dari desa Gawang yang sukses budidaya kakao. (Foto: Eko Purnomo)


GARDAJATIM.COM: Profesi petani sudah banyak ditinggalkan oleh kalangan anak muda. Generasi milenial banyak yang beranggapan bahwa bertani itu adalah suatu pekerjaan yang kuno dan kurang menguntungkan.


Selain itu, fluktuasi harga berbagai komoditas pertanian yang tidak stabil juga menjadi faktor kurangnya minat pemuda untuk menggeluti dunia pertanian.


Namun, lain halnya dengan Andaru, pemuda yang berasal dari desa Gawang, Kecamatan Kebonagung, Pacitan ini sukses kembangkan kelompok tani kakao di desanya tersebut.


Berbekal pengalaman dua kali magang pada tahun 2023 dan 2024 melalui program YESS di PT. Mars, Luwu Timur, Sulawesi Selatan, dirinya berupaya membagikan pengalamanya dan ilmu yang dia dapat kepada para petani dan masyarakat sekitar, untuk bersama-sama mengembangkan komoditas Kakao di Desa Gawang, Kebonagung.


Kebun kakao yang terletak di dusun Thekil, desa Gawang, Kebonagung

Ia menceritakan bahwa sebenarnya tanaman kakao di desanya sudah ada dari dulu, tetapi untuk manajemen budidayanya dulu belum terakomodir dengan baik.


"Kalau dulu itu masyarakat belum tahu bagaimana perawatanya, jenis apa yang bagus, bagaimana penjualanya. Pokoknya yang penting di tanam begitu," terang Andaru.


Menurut Ndaru sebutan akrabnya, menjadi petani memiliki potensi besar untuk menjadi seorang pengusaha. 


"Petani itu sebenernya bukan seorang pekerja, tetapi seorang pengusaha. Hanya saja mayoritas masyarakat masih menganggap seolah petani ini pekerjaan sosial. Padahal bertani itu kita sebagai manajernya, kita pemiliknya dan kita juga karyawanya. Jadi tinggal bagaimana manajemen petani itu agar semakin berkembang," ujarnya, Senin (04/11/2024).


Ndaru menjelaskan, peluang petani sangatlah besar, karena pertanian itu terus menerus mendapatkan hasil dan tidak akan habis-habis, lain halnya seperti pertambangan. 


Selain itu, komoditas yang digelutinya pun memiliki masa depan dan pasar yang terbuka sangat lebar, baik pasar lokal, nasional maupun ekspor ke luar negeri.


Bahkan dirinya bersama dengan Asosiasi Petani Kakao Indonesia (APKAI) Pacitan, pernah bekerjasama dengan salah satu PT di Mojokerto. Meskipun sekarang sudah tidak berjalan lagi.


"Dulu ada asosiasinya di kabupaten Pacitan, tapi sekarang sudah vakum. Dulu itu bisa setor 5 ton per bulan dari asosiasi, Kerjasama dengan PT. Mojopahit Mojokerto. Tetapi karena masyarakat tidak mau ribet melalui kelompok, sedangkan untuk kerjasama dengan PT harus memenuhi kapasitas dan kualitas, akhirnya kerjasama tersebut tidak berlanjut," bebernya.


Lebih lanjut, dirinya menjelaskan bahwa mayoritas petani kakao di desanya sudah menggunakan jenis MCC 02, jenis kakao unggul dari pusat penelitian kopi dan kakao (Puslitkoka) Jember.


"Untuk MCC 02 ini, ciri khususnya buah berwarna merah tua, dan untuk kakao lokal biasanya buahnya berwarna hijau. Tetapi juga berbeda-beda, setiap klon punya ciri masing-masing," jelas Ndaru.


"Akan tetapi untuk produktifitas, semua tergantung manajemenya yang dilakukan, mulai dari jarak tanam, tanaman penaung, perawatan, pemupukan dan pencegahan hama penyakit," sambungnya lagi.


Ndaru bersyukur dirinya bersama kelompoknya (klaster) mendapatkan hibah kompetitif dari program YESS senilai 150 juta pada tahun 2023, yang di realisasikan dua kali tahapan, 70 persen pada tahun 2023 dan 30 persen sisanya pada tahun 2024.


Hibah tersebut ia gunakan untuk menambah jumlah populasi tanaman, membuat bedengan pembibitan, membeli alat untuk produksi pupuk, dan untuk membeli pupuk.


Bedengan bibit kakao yang dibuat oleh kelompok Setyo Maju 2 desa Gawang


Kini dirinya bersama kelompok sudah mampu memproduksi bibit sendiri dengan menggunakan metode penyambungan. Menurutnya, bibit yang unggul itu bukan dilihat dari bijinya tapi dari entres indukanya.


"Alhamdulillah berkat hibah ini, sekarang kelompok kami sudah bisa memproduksi bibit kakao sendiri meskipun untuk legalitas masih mengurus ke pihak perkebunan agar mendapatkan sertifikasi sebagai penyedia bibit kakao," ucapnya.


"Untuk bibit yang disambung itu lebih cepat berbuah, sekitar 2,5 tahun sudah berbuah apalagi kalo rutin perawatan seperti pruning dan pemupukan. Sedangkan untuk non sambung biasanya 5 tahun baru berbuah," jelasnya.


Tidak sampai disitu, para petani dan masyarakat sekitar yang berminat membuat bibit juga ia rangkul sebagai mitranya.


Menurutnya, semenjak klaster kakao mendapatkan hibah kompetitif dari program YESS, masyarakat di desa Gawang semakin semangat untuk mengembangkan potensi lokal yang ada.


"Harapan kami, desa Gawang ini bukan hanya sebagai sentra pohon/kebun kakao tetapi juga sentra bibit kakao. Semoga, selain mempunyai nama sebagai sentra kakao, juga bisa meningkatkan perekonomian kelompok tani dan masyarakat Gawang pada umumnya," lanjut Ndaru.


Ia juga mengatakan, bahwa untuk kapasitas kakao dari desa Gawang saat ini sudah mencapai sekitar 1,2 Ton per tahun, yang kemungkinan tahun depan bertambah karena populasi semakin banyak.

 

"Alhamdulillah hasil dari semua itu, kebun Kakao di desa Gawang pernah mendapatkan juara 1 pada tahun 2023 saat perlombaan Poktan," pungkasya.


Kini dirinya bersama dengan kelompok fokus untuk mengembangkan populasi dan produktifitas komoditas kakao di desanya itu.


Ndaru juga mengajak para petani dan masyarakat untuk bersinergi melakukan perbaikan kualitas produksi kakao dan mendorong agar lebih semangat mengembangkan tanaman kakao.


Disisi lain, Joko Rinanto, Kabid Perkebunan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Pacitan menyambut baik dan mengapresiasi apa yang sudah dilakukan oleh para petani di desa Gawang tersebut.


Joko Rinanto, Kabid Perkebunan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Pacitan

"Komoditas kakao ini kelihatannya sudah mulai menggeliat, karena untuk masalah harga saat ini sangat bagus. Sehingga petani tertarik dengan hal tersebut," kata Joko saat diminta keterangan, Selasa (05/11/2024).


Dirinya bersama dinas DKPP mendorong kegiatan tersebut agar bisa berjalan secara sistematis dan konsisten.


"Kita berjalan sesuai dengan arahan dari teman-teman PPL yang mendampingi. Selain itu, sekarang ini kan banyak sekali inovasi-inovai itu, baik yang ada di internet maupun di pedoman-pedoman yang lain," sambung Joko.


Dirinya juga berharap dari pihak pemerintah desa, mungkin melalui Bumdes juga punya program khusus untuk membantu pengembangan potensi kakao yang ada di desa Gawang ini.


"Sama dengan kegiatan yang kemarin kita canangkan bersama. Jadi dalam rangka untuk mengembangkan potensi tersebut harus ada manajemen proses, manejemen hasil dan manajemen dampak. Manajemen dampak ini sepertinya sudah mulai kelihatan, mereka tertarik untuk membudidayakan dan tertarik secara ekonomi," pungkasnya. (Eko)

0/Post a Comment/Comments