Sejarah dan Makna Hari Santri Nasional: Perjuangan, Pengabdian, dan Spirit Kebangsaan

Foto: Ilustrasi 
GARDAJATIM.COM: Hari Santri Nasional tak sekadar momen seremonial, tetapi penghormatan atas kontribusi besar para santri dalam sejarah bangsa Indonesia. Sejak masa penjajahan, santri dan ulama telah berperan aktif dalam mempertahankan kemerdekaan melalui semangat jihad fisabilillah. 

Peringatan ini menjadi cermin perjuangan yang menyatukan spirit kebangsaan dan keagamaan, dimana santri tak hanya mengedepankan ilmu agama, tetapi juga semangat kebangsaan dan pengabdian pada tanah air. 

Di tengah dinamika zaman, Hari Santri mengingatkan kita untuk meneladani perjuangan santri dalam menjaga nilai-nilai kebhinekaan, persatuan, dan keadilan demi masa depan Indonesia yang lebih baik.

Historisitas Hari Santri 

Peringatan Hari Santri Nasional diusulkan oleh ratusan santri di Pondok Pesantren Babussalam, Desa Banjarejo, Malang pada tahun 2014. Setelah mendengar usulan tersebut, Presiden Joko Widodo saat itu menandatangani komitmen untuk menetapkan Hari Santri pada tanggal 1 Muharram. 

Namun, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU) mengajukan tanggal yang berbeda, yaitu 22 Oktober, karena tanggal ini memiliki dasar sejarah yang kuat.

Tanggal 22 Oktober diperingati sebagai Hari Santri, yang bermula dari usulan masyarakat pesantren untuk mengenang dan meneladani perjuangan kaum santri dalam menegakkan kemerdekaan Indonesia. 

Meski usulan tersebut sempat menimbulkan perdebatan, dengan dukungan dan penolakan dari berbagai pihak, Presiden Joko Widodo akhirnya menetapkan 22 Oktober sebagai Hari Santri. Penetapan ini dilakukan melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2015 yang ditandatangani pada 15 Oktober 2015 lalu.

Keputusan ini didasarkan 3 hal , yang pertama pada peran besar ulama dan santri dalam memperjuangkan kemerdekaan, mempertahankan NKRI, serta mengisi kemerdekaan. 

Kedua, keputusan ini diambil untuk mengenang, meneladani, dan melanjutkan peran penting ulama dan santri dalam membela dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta berkontribusi dalam pembangunan bangsa, sehingga ditetapkanlah Hari Santri pada 22 Oktober. 

Ketiga, pemilihan tanggal 22 Oktober didasarkan pada peringatan dikeluarkannya seruan resolusi jihad pada 22 Oktober 1945 oleh para ulama dan santri dari seluruh Indonesia, yang mewajibkan umat Islam untuk mempertahankan kemerdekaan NKRI dari ancaman penjajah.

Selain itu ditetapkan tanggal 22 Oktober sendiri mengacu pada Resolusi Jihad yang dicetuskan Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari, sebuah ketetapan yang menggerakkan massa untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. 

Pada waktu itu peristiwa penting yang menggerakkan santri, pemuda dan masyarakat untuk bergerak bersama, berjuang melawan pasukan kolonial, yang puncaknya pada 10 Nopember 1945.

Makna Hari Santri

Hari Santri yang diperingati setiap tanggal 22 Oktober menjadi momen penting untuk mengenang peran para santri dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia. 

Peringatan ini bukan hanya tentang mengenang jasa para santri dan ulama dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan, tetapi juga mengingatkan masyarakat akan nilai-nilai yang diajarkan di pesantren, yang masih relevan hingga saat ini.

Peringatan Hari Santri juga tidak terlepas dari sejarah Resolusi Jihad yang dipelopori oleh Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy'ari pada 22 Oktober 1945. Resolusi ini menjadi dasar bagi para santri dan ulama untuk bergerak melawan penjajah, khususnya dalam pertempuran 10 November di Surabaya. 

Semangat jihad yang dimaksud bukan hanya dalam konteks perang fisik, melainkan juga jihad intelektual dan sosial dalam memperjuangkan kemaslahatan umat.

Hari Santri kini menjadi simbol peran besar para santri dalam menjaga identitas keagamaan dan kebangsaan. Pesantren sebagai lembaga pendidikan yang melahirkan para santri, terus berperan dalam mencetak generasi yang beriman, berilmu, dan berdedikasi tinggi untuk bangsa.

Dalam bahasa Arab, istilah santri (سنتري) terdiri dari lima huruf: sin, nun, ta’, ro’, dan ya’. Seorang santri, menurut pengertian ini, harus berperan sebagai saafiqul khoir, atau pelopor kebaikan, di mana pun mereka berada.

Selanjutnya, huruf nun merujuk pada naasibul ulama, yang berarti penerus ulama. Santri diharapkan menjadi kader yang mampu melanjutkan perjuangan para ulama. Huruf ta’ diartikan sebagai taarikul ma’ashi, yang berarti meninggalkan maksiat.

Adapun huruf ro’ dan ya’ diinterpretasikan sebagai dua syarat penting bagi santri, yaitu Ridho Allah dan sifat yaqin. Kelima poin ini menjadi karakter dan kriteria yang harus dimiliki santri untuk mencapai kesuksesan baik di dunia maupun di akhirat.

Melansir dari Kemenag RI tema Hari Santri Nasional 2024, "Menyambung Juang Merengkuh Masa Depan," hal ini jika dikaitkan makna istilah santri (سنتري) dengan semangat yang diusung pada peringatan ini. Istilah santri terdiri dari lima huruf: sin, nun, ta’, ro’, dan ya’, yang masing-masing menggambarkan karakter yang harus dimiliki oleh seorang santri dalam perannya sebagai pelopor kebaikan.

Huruf sin mengandung makna saafiqul khoir, atau pelopor kebaikan. Dalam tema Hari Santri, santri diharapkan dapat menjadi agen perubahan yang proaktif dalam mewujudkan masa depan yang lebih baik bagi bangsa. 

Mereka harus aktif dalam menyebarkan kebaikan dan nilai-nilai positif di masyarakat, sejalan dengan semangat perjuangan yang diusung.

Huruf nun merujuk pada naasibul ulama, atau penerus ulama. Santri memiliki tanggung jawab untuk meneruskan perjuangan para ulama, yang telah berjuang untuk kemerdekaan dan keadilan. 

Dengan memahami tema "Menyambung Juang Merengkuh Masa Depan," santri diharapkan dapat melanjutkan warisan ini dengan cara mengembangkan ilmu dan pengetahuan, serta berkontribusi dalam pembangunan masyarakat.

Selanjutnya, huruf ta’ berarti taarikul ma’ashi, atau meninggalkan maksiat. Santri harus berkomitmen untuk menjaga akhlak dan moralitas, sebagai bagian dari upaya menciptakan masa depan yang lebih baik. Dengan menghindari perilaku negatif, mereka akan dapat memberikan contoh yang baik bagi generasi mendatang.

Huruf ro’ dan ya’ diinterpretasikan sebagai dua syarat penting bagi santri, yaitu Ridho Allah dan sifat yaqin (keyakinan). Dalam menghadapi tantangan untuk merengkuh masa depan, santri perlu memiliki keyakinan yang kuat akan pentingnya niat baik dan ridho Allah dalam setiap langkah yang diambil. Dengan sikap yang penuh keyakinan, mereka akan mampu menghadapi rintangan dan terus berjuang demi kebaikan.

Kelima poin ini membentuk karakter dan kriteria yang harus dimiliki oleh santri untuk mencapai kesuksesan baik di dunia maupun di akhirat. 

Dengan mengintegrasikan nilai-nilai ini dalam perjuangan mereka, santri dapat menyambung perjuangan para pendahulu dan menjadi teladan bagi masyarakat dalam membangun masa depan yang lebih cerah.

[1]Hari Santri Nasional 2024 mengusung tema "Menyambung Juang Merengkuh Masa Depan," [2] yang menegaskan pentingnya kesinambungan perjuangan para santri dan ulama dalam menciptakan masa depan yang lebih baik. 

Tema ini mengingatkan kita bahwa santri memiliki tanggung jawab untuk meneruskan warisan perjuangan yang telah dilakukan oleh pendahulu mereka, baik dalam konteks sosial, pendidikan, maupun kemanusiaan. 

Dengan semangat untuk melanjutkan perjuangan tersebut, santri diharapkan dapat berkontribusi aktif dalam membangun masyarakat dan bangsa. Peringatan ini menjadi momentum bagi para santri untuk berinovasi dan mengambil peran sebagai agen perubahan yang tidak hanya mengenang sejarah, tetapi juga mengimplementasikan nilai-nilai luhur dalam kehidupan sehari-hari demi mewujudkan cita-cita bersama.

sumber referensi; 
1. NU Online, 5 Makna Penting Seorang Santri
2. Kemenag RI, Rilis Logo, Tema, dan Theme Song Hari Santri 2024, Menag Ajak Terus Berjuang untuk Masa Depan

Oleh : Aisy
Editor : Redaksi

0/Post a Comment/Comments