Menelusuri Jejak Sejarah Pacitan, Dengan Berziarah Ke Makam Kanjeng Jimat

Makam Kanjeng Jimat yang berada di bukit Giri Sampoerno, Dusun Kebonredi, Desa Tanjungsari, Pacitan

GARDAJATIM.COM: Terletak di bukit Giri Sampoerno, di Dusun Kebonredi, Desa Tanjungsari, Pacitan, makam Kanjeng Jimat masih sering menjadi tujuan peziarah, baik dari Pacitan maupun luar kota Pacitan.

Untuk mencapai makam yang berdiri di atas bukit dan memiliki bangunan makam berukuran 5x5 meter itu, peziarah memerlukan perjuangan yang ekstra.

Pasalnya, untuk sampai di atas bukit tersebut, dari tempat parkir peziarah masih harus melewati 180 anak tangga yang terbuat dari paving.
Anak tangga yang harus dilewati untuk bisa sampai di makam Kanjeng Jimat. (Foto : Eko Purnomo)

Karena itulah, selain sebagai tempat untuk berziarah dan berdo'a, makam tersebut juga bisa digunakan sebagai sarana olahraga.

Perlu diketahui, Kanjeng Jimat merupakan salah satu tokoh penting dalam sejarah kepemimpinan Pacitan. Ia juga sangat berperan penting dalam penyebaran Islam di Pacitan.

Kanjeng Jimat juga dikenal sebagai bupati ketiga di daerah yang juga dikenal dengan sebutan Wengker Kidul itu.
 
Menurut Juru kunci makam Kanjeng Jimat, Agus Jatmiko, keberadaan makam tersebut tidak bisa dilepaskan dari sejarah berdirinya Pacitan.

"Menurut sejarahnya, Beliau juga pernah menjadi pengikut Pangeran Diponegoro, dan ikut dalam perang Jawa yang terjadi pada 1825-1830 M" terang Agus kepada gardajatim.com
Agus Jatmiko, Juru Kunci makam Kanjeng Jimat 

Menurut orang yang sejak tahun 2010 menjadi guru kunci itu, nama asli dari Kanjeng Jimat adalah eyang Joyoniman.

Kemudian saat menyebarkan agama Islam, eyang Joyoniman mendapatkan sebutan Kyai Poncogomo.

"Awal mendapatkan sebutan Kanjeng Jimat, adalah saat beliau menjadi penjaga benda-benda pusaka di Keraton Surakarta, kemudian saat menjadi Bupati, beliau bergelar Jogokaryo 1," tambahnya lagi.

Penobatanya sebagai Tumenggung atau yang saat ini disebut Bupati itu, karena beliau menjadi menantu dari Raden Tumenggung Setroketipo.

Menurut sejarah yang diketahuinya, Setroketipo mempunyai 3 orang anak. Yaitu, Raden Mas Lancur, Nyai Roro Bardiem dan Nyai Roro Bonikas.

Usai Setroketipo wafat, Jabatan Tumenggung di berikan kepada putranya, yaitu Raden Mas Lancur.

"Akan tetapi, menurut cerita, Raden Mas Lancur itu sering sakit-sakitan, sehingga tidak bisa melanjutkan pemerintahan. Karena beliau tidak memiliki keturunan, dan Setroketipo tidak mempunyai putra Laki-laki lain, akhirnya Kanjeng Jimat di jadikan menantu dan menjadi Bupati yang ketiga,"jelas Agus.

Saat dikonfirmasi terkait dengan motif dan niat para peziarah di makam Kanjeng Jimat, Agus enggan memberi komentar banyak. Pihaknya mengembalikan kepada pribadi masing-masing.

"Jadi begini mas, niat itu kan yang punya masing-masing orang, kita kan tidak tahu. Yang jelas tugas kami disini adalah membuka, menutup pintu makam. Apabila diminta membantu untuk memimpin do'a, ya saya bantu semampu saya," pungkas Agus.

Memang perlu pendalaman lebih, untuk mengetahui dan menjelaskan tentang sejarah babat Pacitan, karena ada beberapa versi yang saling berkaitan.

Mulai dari bagaimana Pacitan memiliki keterkaitan dengan Kerajaan Pajajaran, dengan Kerajaan Majapahit dan proses menjadi bagian dari Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta.

Pewarta: Eko Purnomo
Editor: Mita Devi Puspita

0/Post a Comment/Comments