GARDAJATIM.COM: Sejumlah warga masyarakat desa Cokrokembang, Kecamatan Ngadirojo, Pacitan, menuntut pertanggungjawaban PT. Gemilang Limpah Internusa (GLI).
Tuntutan ini hadir lantaran warga mengalami sejumlah dampak negatif akibat aktivitas pertambangan tembaga yang mencemari lingkungan hidup masyarakat.
Meskipun kegiatan pertambangan sudah dihentikan sejak bulan Juli 2024 lalu, tetapi dampak negatifnya masih sangat dirasakan oleh warga masyarakat, terutama warga yang berada di sekitar bantaran sungai yang tercemar.
Berdasarkan informasi, penutupan itu berawal ketika masyarakat mengeluhkan adanya dampak terhadap lingkungan, kemudian melakukan audiensi dengan pemerintah daerah dan pihak-pihak terkait.
Dengan adanya bukti-bukti hasil laboratorium dan lain sebagainya, akhirnya diputuskan pertambangan itu di tutup sementara.
Dampak negatif akibat limbah pertambangan tersebut di antaranya, merusak sawah lahan pertanian warga, mencemari irigasi pertanian dan mencemari sumur sumber air bersih warga sekitar bantaran sungai.
Bahkan semenjak adanya pertambangan tersebut, para petani yang lahannya terkontaminasi limbah tambang tidak bisa diolah.
"Semenjak terkena limbah ini, lahan-lahan disini tidak bisa digarap. Kalaupun di tanami, pasti tidak akan panen, rumput saja tidak semua bisa tumbuh disini," kata salah satu petani yang enggan disebutkan namanya kepada media.
Tidak sampai disitu, akibat lain dari limbah pertambangan tersebut juga mencemari air sungai.
Tambak ikan di sekitar bantaran sungai juga tidak bisa hidup, bahkan ikan-ikan sungai pun semua mati akibat limbah tersebut.
Sementara itu, menurut Tumarno salah satu tokoh masyarakat sekitar menjelaskan, bahwa warga sudah bosan karena keluhan-keluhan warga selama ini tidak kunjung mendapatkan solusi.
"Sebenarnya, segala hal yang kaitannya dengan pencemaran lingkungan akibat limbah ini sudah sering dibicarakan dalam berbagai kelompok masyarakat, seperti kelompok tani, dan kelompok masyarakat lainnya, tetapi sampai sekarang belum ada solusinya," terang Tumarno kepada media.
Menurutnya, ada tiga tuntutan dari masyarakat terkait dengan pencemaran limbah tambang tersebut.
"Jadi solusi yang kami harapkan, yang pertama adalah air bersih untuk masyarakat, kemudian netralisasi air sungai untuk irigasi pertanian, dan pemulihan lahan pertanian," imbuhnya.
Keluhan serupa juga dialami oleh Atun, ibu rumah tangga warga dusun Kwangen yang harus membeli air untuk konsumsi keluarganya seperti memasak dan minum, karena air sumurnya sudah tidak layak untuk dikonsumsi.
"Air sumurnya itu, ketika pagi saya mengisi bak mandi sorenya sudah mengerak hitam-hitam begitu. Jadi setiap hari dikuras terus kamar mandi itu," keluhnya.
Sementara itu, Tulus Pujiono mengatakan, pihaknya bersama dengan beberapa warga masyarakat sudah pernah mendatangi gedung DPRD Pacitan untuk mengadukan permasalahan itu.
"Dulu pernah kami audiensi ke DPRD, waktu itu yang menerima Pak Pujo, ketua komisinya. Memang waktu itu dijanjikan sumur dalam (bor) untuk irigasi pertanian, tetapi kami tidak tau sumurnya itu diletakkan dimana. Kami dengar, justru sumur bor itu diletakkan di sebelah timur, tidak ditempatkan di sekitar bantaran sungai," kata Tulus.
Terkait solusi untuk air bersih, Tulus menyampaikan, bahwa masyarakat sudah pernah mendapatkan wakaf dari yayasan Human Initiave yang berasal dari Arab.
"Alhamdulillah, kami dibantu yayasan dari Arab berupa sumur bor beserta instalasinya. Tetapi saat ini kondisi pompa sibelnya rusak, dan tampunganya itu kurang besar dan letaknya kurang tinggi," terang Tulus.
Menurutnya, salah satu kekhawatiran warga juga adanya limbah padat yang bisa menjadi bom waktu, karena tidak ditangani dengan baik. Apalagi saat ini sudah memasuki musim penghujan.
"Kemarin kami melihat langsung ke lokasi bahwa ada limbah padat yang di tumpuk dalam karung di samping IPAL, kami sampaikan kepada mereka, bahwa itu akan menjadi bom waktu ketika karungnya sudah rusak, kemudian terkena air hujan, otomatis akan mengalir mencemari lingkungan di bawahnya," imbuhnya.
Mengetahui permasalahan itu, divisi Hukum Organisasi Masyarakat (Ormas) Pemuda Pancasila (PP) pun mendatangi warga dusun Kwangen, Desa Cokrokembang, Kecamatan Ngadirojo untuk melakukan audiensi dengan warga masyarakat.
Audiensi dilakukan di kantor RT.02 Dusun Kwangen, Desa Cokrokembang, pada hari Minggu, (27/10/2024).
Dalam pertemuan tersebut dihadiri oleh sejumlah masyarakat, mahasiswa KKN dari Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) dan beberapa awak media.
Sementara perwakilan dari Ormas PP di hadiri oleh Yuswo H, divisi Hukum, dan Heru Suranto Adi, divisi pemberdayaan masyarakat dan lingkungan hidup.
Yuswo H, dari divisi Hukum Pemuda Pancasila menjelaskan, bahwa kedatanganya tersebut untuk menggali keterangan dari warga terkait dengan pencemaran lingkungan di Desa Cokrokembang.
"Kedatangan kami kesini untuk melakukan audiensi, pendampingan hukum dan menggali keterangan dari masyarakat serta pengambilan sampel dari dampak pencemaran lingkungan ini," kata Yuswo, Minggu (27/10/2024).
Yuswo meminta kepada rekan-rekan mahasiswa dari UNY untuk membantu memberikan edukasi kepada masyarakat terkait dengan lingkungan hidup. Dirinya bersama tim, juga siap untuk berkolaborasi bersama.
Yuswo berpesan kepada masyarakat untuk tidak takut menyampaikan kebenaran dan memperjuangkan nasibnya.
Pihaknya siap melakukan upaya-upaya untuk memperjuangkan nasib masyarakat Desa Cokrokembang.
"Yaa , setelah kami menerima kuasa dari masyarakat yang terdampak, kita akan kaji dan pelajari, kemudian akan kita lakukan langkah-langkah hukum. Karena menurut kami, hal ini sudah masuk ke pelanggaran hukum pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup," pungkasnya. (Eko)
Posting Komentar