Komnas Perempuan Gelar Kuliah Umum dan Pelatihan Penghapusan Kekerasan Seksual bagi Aparat Penegak Hukum dengan Perspektif HAM, HBG, dan SPPT-PKKTP

Kuliah umum oleh Komnas Perempuan, Senin (7/10/2024)

GARDAJATIM.COM: Komnas Perempuan kembali menunjukkan komitmennya dalam upaya penghapusan kekerasan seksual dengan menyelenggarakan kuliah umum dan pelatihan khusus bagi aparat penegak hukum, pengada layanan, dan pendamping, Senin (7/10/2024).

Acara ini bertujuan untuk memperkuat pemahaman dan keterampilan dalam menangani kasus kekerasan seksual dengan perspektif HAM, Hak Berbasis Gender (HBG), dan Sistem Peradilan Pidana Terpadu Penanganan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan (SPPT-PKKTP).

Dengan pelatihan ini, diharapkan penegak hukum lebih sensitif dalam mengedepankan keadilan bagi korban, serta memberikan perlindungan yang sesuai dengan standar internasional. Program ini juga menjadi bagian dari strategi nasional dalam memberantas kekerasan berbasis gender.

Tangkapan layar zoom, Kuliah Umum & Pembukaan dan Pelatihan Penghapusan Kekerasan Seksual Bagi Aparat Penegak Hukum, Pengada Layanan dan Pendamping dengan Perspektif HAMBG dan SPPT-PKКТР

Kuliah ini diadakan melalu secara daring melalui platform zoom, yang melibatkan 5 provinsi yakni Sumatera Utara, Jawa Barat, Bali, Sulawesi Tengah dan Maluku, tak hanya itu Komnas Perempuan juga turut mengundang publik untuk bisa bergabung dalam kuliah umum ini. 

Dengan menghadirkan dua narasumber yakni, Sri Nurherwati (Pimpinan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, Komisioner Purnabakti Komnas Perempuan) dan Azriana R.Manalu (Komisioner Purnabakti Komnas Perempuan). 

Adapun fasilitator dalam kuliah ini Ketua Sub Komisi Pendidikan Komnas Perempuan Alimatul Qibtiyah dan Soraya Ramli selaku Badan Pekerja Komnas Perempuan.

Pelatihan intensif mengenai penghapusan kekerasan seksual yang diselenggarakan oleh Komnas Perempuan ini akan berlangsung hingga 21 Oktober 2024. Program ini dibagi dalam dua bagian: sesi daring pada 7 dan 10 Oktober, serta sesi luring pada 16-21 Oktober yang dilangsungkan di Kuningan, Jawa Barat. 

Pelatihan tersebut difokuskan pada penguatan pemahaman terkait implementasi UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang telah berlaku selama hampir tiga tahun, dengan menyoroti aspek penting seperti filosofi UU TPKS, terobosan-terobosan hukumnya, serta tantangan di lapangan dalam mengakses hak korban kekerasan seksual.

Wakil Ketua Komnas Perempuan, Olivia, membuka acara dengan menyampaikan pentingnya evaluasi implementasi UU TPKS yang dinilai belum optimal dalam melindungi korban. Menurut Olivia, meskipun UU ini telah membawa banyak perubahan positif, seperti perluasan definisi kekerasan seksual dan pemberian jaminan hak-hak korban, realitas di lapangan masih menunjukkan banyak kendala. 

Ia menyoroti bahwa korban sering kali kesulitan untuk melaporkan kasusnya, karena berbagai faktor mulai dari stigma sosial hingga hambatan birokrasi.

"UU TPKS memang memberikan banyak terobosan hukum, seperti pemenuhan hak korban dan pendekatan yang lebih humanis dalam proses hukum, tetapi kenyataannya, korban kekerasan seksual masih sering dihadapkan pada tantangan berat. Dari stigma sosial, birokrasi yang rumit, hingga kurangnya pemahaman aparat hukum, semuanya masih menjadi hambatan," ujar Olivia.

Lebih lanjut, Olivia menekankan bahwa upaya perlindungan terhadap korban kekerasan seksual bukan hanya menjadi tugas aparat hukum, melainkan juga masyarakat secara umum. 

Menurutnya, dukungan yang lebih kuat diperlukan agar para korban dapat memperoleh keadilan dan akses pada layanan pemulihan. Dalam konteks ini, peran pendamping korban, termasuk LSM, psikolog, dan advokat, sangat vital dalam mendampingi proses hukum dan pemulihan korban.

"Kita semua, mulai dari aparat penegak hukum, lembaga layanan, hingga masyarakat luas, harus memiliki komitmen yang kuat untuk menjalankan UU TPKS dengan baik. Hak-hak korban harus dijamin, dan mereka harus didampingi hingga benar-benar mendapatkan keadilan," tambah Olivia.

Selain itu, dalam sesi pelatihan ini, peserta akan dibekali pemahaman mendalam tentang sejarah perjuangan di balik UU TPKS, yang dilihat dari perspektif hak asasi manusia dan gender. 

Kegiatan ini diharapkan dapat memperkuat sinergi antar-aktor terkait, sehingga hak-hak korban kekerasan seksual bisa lebih mudah diakses, dan layanan hukum serta psikososial bagi korban dapat lebih ditingkatkan di masa mendatang.


Oleh : Aisy
Editor : Redaksi

0/Post a Comment/Comments