Hari Kesehatan Mental Sedunia: Pentingnya Menjaga Kesehatan Mental di Era New Media yang Serba Cepat

Foto: Ilustrasi
GARDAJATIM.COM: Di era new media, di mana setiap detik kita dibanjiri informasi dan notifikasi, menjaga kesehatan mental menjadi lebih penting dari sebelumnya. Media sosial, yang awalnya dirancang untuk menghubungkan, kini seringkali menjadi sumber tekanan dan perbandingan diri. 

Tak jarang, kita merasa terjebak dalam lingkaran kecemasan akibat tuntutan untuk selalu terlihat sempurna dan “on” di dunia maya.

Penelitian menunjukkan bahwa paparan berlebihan terhadap media digital dapat memicu stres, kecemasan, bahkan depresi. Konten yang tampak tak berbahaya, seperti unggahan prestasi atau gaya hidup orang lain, bisa tanpa sadar membuat kita merasa kurang. 

Di sisi lain, informasi yang terus mengalir tanpa henti dapat membuat kita sulit untuk beristirahat, menciptakan kelelahan mental yang berkepanjangan. Hal ini diperparah oleh budaya "FOMO" (Fear of Missing Out), di mana kita merasa harus selalu mengikuti tren atau berita terbaru agar tidak tertinggal.

Dalam memperingati Hari Kesehatan Mental Sedunia, penting bagi kita untuk mulai membatasi interaksi digital yang berlebihan dan lebih fokus pada kesejahteraan diri. Mengambil jeda dari layar, mengurangi konsumsi konten negatif, serta memprioritaskan interaksi tatap muka adalah langkah-langkah sederhana namun signifikan. 

Di era new media ini, menjaga kesehatan mental bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan mendasar untuk menjaga keseimbangan hidup.

Peringatan Hari Kesehatan Mental Sedunia pada 10 Oktober ini menjadi momen penting untuk meningkatkan kesadaran akan dampak era digital terhadap kesehatan mental. 

Dengan memahami bahaya dari penggunaan media sosial yang berlebihan dan berusaha untuk lebih bijak dalam berinteraksi di dunia maya, kita dapat menjaga keseimbangan emosional di tengah derasnya arus informasi yang tak terbendung.

1. Tekanan Media Sosial: Bagaimana Era New Media Meningkatkan Kecemasan dan Depresi di Kalangan Generasi Muda

Melihat kondisi hari ini media sosial telah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari, terutama bagi generasi muda. Namun, di balik manfaatnya sebagai sarana komunikasi dan hiburan, media sosial juga membawa tekanan mental yang tak terduga. 

Tekanan ini seringkali terkait dengan fenomena perbandingan sosial, keinginan untuk selalu terlihat sempurna, serta ketergantungan terhadap validasi dalam bentuk "like" dan "followers." Tak sedikit generasi muda yang akhirnya jatuh dalam lingkaran kecemasan dan depresi akibat tekanan dari dunia digital.

Sebuah studi dari Royal Society for Public Health (RSPH) di Inggris pada tahun 2017 menemukan bahwa media sosial, khususnya platform seperti Instagram, memiliki dampak negatif pada kesehatan mental anak muda. 

Studi ini melibatkan 1.500 responden berusia 14 hingga 24 tahun, dan hasilnya menunjukkan bahwa Instagram adalah platform dengan dampak paling berbahaya, diikuti oleh Snapchat. Faktor-faktor seperti perbandingan diri, body image, serta cyberbullying menjadi pemicu utama kecemasan dan depresi .

Lebih lanjut, laporan dari American Psychological Association (APA) pada tahun 2020 menyebutkan bahwa prevalensi gangguan kecemasan di kalangan remaja meningkat seiring dengan bertambahnya waktu yang dihabiskan di depan layar. Remaja yang menghabiskan lebih dari 3 jam per hari di media sosial memiliki risiko 60% lebih tinggi untuk mengalami masalah kesehatan mental . 

Ini juga diperkuat oleh survei dari Common Sense Media yang menemukan bahwa 62% remaja merasa tertekan untuk selalu menunjukkan citra positif di media sosial, meski kenyataannya mereka tidak selalu merasa demikian .

Selain perbandingan sosial yang melelahkan, konten-konten negatif yang tersebar luas di platform ini juga turut memengaruhi mental para penggunanya. Akses yang mudah terhadap berita buruk, video kekerasan, atau komentar negatif bisa memicu perasaan tidak aman dan cemas. 

Generasi muda, yang masih dalam tahap pembentukan identitas diri, sangat rentan terhadap dampak emosional ini.

2. Jeda dari Layar: Pentingnya Mengambil Waktu Istirahat untuk Menjaga Kesehatan Mental di Tengah Arus Informasi yang Tak Terbendung

Di era digital yang serba cepat, kita terus dibombardir dengan informasi tanpa henti. Dari notifikasi media sosial, email pekerjaan, hingga berita yang datang bertubi-tubi, banyak orang terjebak dalam siklus "selalu terhubung" yang membuat sulit untuk beristirahat.

Sayangnya, keterpaparan berlebihan terhadap layar dan informasi ini membawa dampak serius terhadap kesehatan mental, mulai dari kecemasan hingga kelelahan emosional. 

Mengambil waktu istirahat atau "jeda digital" dari perangkat teknologi kini menjadi kebutuhan yang sangat mendesak.

Menurut studi yang dilakukan oleh Pew Research Center, lebih dari separuh orang dewasa melaporkan bahwa mereka sering merasa kewalahan oleh jumlah informasi yang mereka terima setiap hari. Hal ini diperparah oleh kecenderungan untuk multitasking dan mengonsumsi beberapa jenis konten sekaligus, seperti menonton video sambil menggulir media sosial. 

Pola ini menyebabkan otak menjadi kelebihan beban dan sulit untuk fokus, yang pada akhirnya menurunkan produktivitas dan meningkatkan stres.

Penelitian juga menunjukkan bahwa jeda dari layar dapat memberikan dampak positif yang signifikan bagi kesehatan mental. Sebuah studi dari University of California, Irvine, mengungkapkan bahwa pekerja yang membatasi penggunaan email dan notifikasi digital mengalami penurunan tingkat stres secara drastis. 

Ini menunjukkan bahwa bahkan interupsi kecil seperti pemberitahuan email atau pesan dapat memengaruhi kesehatan emosional kita. Oleh karena itu, beristirahat dari layar dan mengambil jeda untuk terhubung kembali dengan dunia nyata dapat membantu meredakan kecemasan dan memberikan keseimbangan mental yang lebih baik.

Untuk mengelola kesehatan mental di era new media, disarankan untuk menetapkan batasan penggunaan teknologi. Misalnya, mengatur "waktu bebas layar" beberapa jam sehari atau melakukan digital detox secara berkala, di mana seseorang benar-benar lepas dari perangkat elektronik. 

Selain itu, menggantikan waktu yang biasanya dihabiskan di depan layar dengan aktivitas fisik atau hobi kreatif, seperti membaca buku atau berjalan di luar ruangan, juga terbukti dapat meningkatkan kesehatan mental.

Dalam peringatan Hari Kesehatan Mental Sedunia, langkah sederhana seperti jeda dari layar bisa menjadi solusi efektif untuk mengatasi tekanan digital yang sering kali tidak kita sadari. 

Membatasi keterlibatan kita dengan dunia maya bukan berarti kita mengabaikan teknologi, tetapi lebih kepada memberi ruang bagi diri sendiri untuk bernapas dan menjaga keseimbangan emosional di tengah laju kehidupan digital yang semakin cepat.


Sumber referensi; 
Common Sense Media. (2021). The Common Sense Census: Media Use by Tweens and Teens. Retrieved from Common Sense Media Website.

Oleh : Aisy
Editor: Redaksi

0/Post a Comment/Comments