Dilematis Aparatur Sipil Negara (ASN) Dalam Pesta Demokrasi Modern

Foto ilustrasi 

GARDAJATIM.COM: Bulan November tahun 2024 merupakan bulan yang penting, karena agenda politik akan digelar secara serentak di masing-masing daerah pada bulan itu, dengan puncak pesta demokrasi yaitu Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur serta Bupati dan Wakil Bupati/Walikota dan Wakil Walikota.

Setelah pada bulan Februari lalu digelar Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, pemilihan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan pemilihan Legislatif atau Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Seluruh lapisan masyarakat dipastikan akan terlibat dan terkena dampak dari pesta demokrasi yang berlangsung, tak terkecuali Aparatur Sipil Negara (ASN).

Secara individual, seorang ASN adalah Warga Negara Indonesia yang memiliki hak dalam kebebasan berserikat dan berkumpul, juga mempunyai hak untuk memilih berdasarkan keyakinan politiknya. 

Namun di sisi lain, seorang ASN juga terikat dengan kode etik dan kode perilaku ASN. 

Hal ini menjadi kondisi yang dilematis bagi seorang ASN, dimana antara hak pribadi dan kewajiban untuk menjaga netralitas saling berseberangan.

Sebab dengan jumlahnya yang sangat besar, jika mereka berpihak kepada salah satu kubu, pasti pengaruhnya akan sangat signifikan.

ASN dituntut untuk selalu netral dalam berpolitik. Setiap pegawai ASN tidak boleh berpihak dari segala bentuk pengaruh mana pun dan tidak memihak kepada kepentingan siapa pun. 

ASN juga dilarang terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung salah satu Paslon.

Netralitas ASN sangat dibutuhkan bagi organisasi pemerintah yang misi utamanya adalah mengatur, melayani dan memberdayakan masyarakat untuk mewujudkan kesejahteraan bersama.

Sesuai UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, ada 16 hal yang tidak boleh dilakukan ASN demi menjaga netralitasnya, salah satunya tidak diperbolehkan mengikuti kegiatan kampanye dan mengikuti deklarasi calon.

Namun begitu, baru-baru ini Mendagri menyebutkan ASN diperbolehkan hadir saat kampanye pasangan calon Pilkada serentak tahun 2024. 

Sebab ASN memiliki hak pilih, berbeda dengan TNI-Polri yang tidak memiliki hak pilih.

Mendagri Tito Karnavian menyebutkan, aturan yang membolehkan ASN boleh hadir saat kampanye pasangan calon pilkada diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017. Dengan menghadiri kampanye, maka ASN memiliki referensi untuk memilih calon pemimpin.

"Di undang undang baik pilkada maupun UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017, rekan-rekan ASN diperbolehkan hadir saat kampanye. Hadir boleh. Kenapa? karena dia memiliki hak pilih. Dia boleh berkesempatan mendengar apa visi misi calon pemimpin, karena dia punya hak pilih, sehingga dia punya referensi, bahan dia mau milih siapa," ungkap Mendagri usai Rapat Koordinasi Kesiapan Penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2024 di Wilayah Sumatera Utara.

Akan tetapi, Tito menegaskan ASN tidak boleh berkampanye aktif. Jadi kehadiran ASN saat kampanye calon pemimpin hanya bersifat pasif.

Disamping itu, ASN harus benar-benar bijak dalam menggunakan media sosial. Jangan sampai terjebak dengan aksi propaganda dan fitnah yang berujung pada sentimen negatif terhadap salah satu kubu.

Sebagai pengguna media sosial, terlebih selaku ASN jangan sampai mengunggah, membagikan berita hoak atau memberikan komentar yang bisa menimbulkan sentimen SARA dan menimbulkan perpecahan.

ASN harus dapat berperan dalam membangun suasana kondusif di media sosial, saling mengingatkan dan mengawasi agar tidak melakukan kesalahan dalam memanfaatkan teknologi informasi maupun penggunaan media sosial, sekaligus menghalau tersebarnya paham radikal.

ASN dituntut untuk tetap netral, bijak dalam menyikapi segala bentuk informasi/berita calon kepala daerah tertentu, bijak dalam menggunakan media sosial tetapi jangan lupa sebagai ASN dan Warga Negara Indonesia yang baik, gunakan hak pilih anda dalam Pilkada yang akan digelar pada bulan November nanti.

Sangat berat memang untuk menjaga netralitas bagi seorang ASN dalam masa pesta demokrasi saat ini. Aktivitas untuk mengontrol tubuh dan pikiran, untuk tidak berkomentar, like, posting di media sosial.

Beberapa pengamat menyebutkan, perhatian terkait netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) harus mendapatkan prioritas bersama, demi menjaga amanah konstitusi tentang demokrasi dan kedaulatan rakyat. Di dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2023 tentang ASN, tertulis bahwa pegawai ASN wajib menjaga netralitas.

Netralitas yang dimaksud adalah tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan lain di luar kepentingan bangsa dan negara, termasuk kepentingan politik. 

Hal itu karena netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah salah satu faktor penentu kualitas demokrasi pada Pilkada tahun 2024 ini.(Eko)

0/Post a Comment/Comments