Makna dan Filosofi, Tradisi Dan Adat Budaya Maulidan Dalam Perspektif Islam

Masyarakat membawa berbagai makanan dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW di kabupaten Pacitan


GARDAJATIM.COM: Perayaan Maulidan dilaksanakan oleh mayoritas umat Islam untuk memperingati hari lahirnya Nabi Muhammad SAW sebagai nabi dan rasul terakhir yang diutus oleh Allah SWT. 


Di Indonesia, sebagian wilayah memiliki tradisi dan budaya tersendiri dalam merayakan maulid Nabi Muhammad SAW.


Peringatan ini biasanya dilaksanakan pada malam tanggal 12 Rabiul Awal. Dalam perayaanya, sering kali diisi dengan berbagai acara dan kegiatan sebagai ungkapan rasa cinta dan kerinduan kepada Nabi Muhammad SAW. Seperti pembacaan Maulid Albarjanji, ceramah keagamaan, sholawatan hingga berbagai perlombaan seperti lomba baca Al-Qur’an, azan dan hafalan surat-surat pendek. 


Di Jawa sendiri punya tradisi yang khas saat perayaan Maulidan. Salah satunya dengan membawa makanan seperti ingkung,nasi ketan, kolak dan apem. Makanan tersebut biasanya dikumpulkan dalam satu tempat, kemudian para warga berkumpul untuk berdoa lalu di akhiri dengan makan bersama-sama.


Hal ini tidak lepas dari sejarah Islam di Nusantara, terutama di pulau Jawa. Islam masuk ke Nusantara dibawa dan disebarkan oleh para Wali, yang kala itu masyarakat di Nusantara, sudah menganut ajaran kapitayan dan Hindu Budha yang kaya akan tradisi dan budaya. 


Para Wali yang ingin menyebarkan Islam dengan kelembutan dan kedamaian pun menggunakan kecerdasanya, untuk masuk dan mengubah secara perlahan tradisi dan budaya yang sudah lama ada. Dengan infiltrasi dan kolaborasi budaya tersebut, secara perlahan Islam akhirnya bisa diterima oleh masyarakat.


Hal inilah yang menyebabkan Islam Nusantara itu kaya akan tradisi dan budaya. Seperti Maulidan, megengan, tahlilan dan lain sebagainya.


Namun, ada makna dan filosofi tersendiri dari tradisi perayaan Maulidan di Jawa berdasarkan perspektif Islam. Seperti membawa berbagai makanan tersebut, juga memiliki makna tersendiri.


Yang pertama, membawa Ingkung. Ingkung berasal dari kata "jinakung" dan "manekung" dalam bahasa Jawa kuno, yang berarti memanjatkan doa kepada Tuhan dengan kesungguhan hati. Jadi ingkung memiliki makna, untuk mengingatkan manusia agar selalu menyembah dan berdoa kepada Allah SWT.


Yang kedua ada Kolak, yaitu makanan seperti bubur yang terbuat dari santan manis yang didalamnya ada mutiara, kacang hijau dan pisang. Kolak diambil dari kata dalam bahasa Arab yaitu "Khalaqa" yang artinya menciptakan dan juga dari kata "Khaliq" yang berarti Sang Pencipta. Hal ini mengingatkan manusia untuk selalu mengingat penciptanya.


Kemudian ada nasi Ketan berasal dari kata "ngraketake ikatan", yang berarti merekatkan hubungan dengan Allah SWT maupun kepada sesama manusia. Selain itu, ketan juga diambil kata dalam bahasa Jawa yaitu kemutan yang bermakna ingat kepada Allah SWT.


Dan ada juga Apem, yang diambil dari kata dalam bahasa Arab yaitu "Afwan" yang bermakna memohon ampunan, dan kata "Afuan" yang bermakna meminta maaf. Manusia diingatkan agar selalu memohon ampunan kepada Allah SWT saat melakukan suatu kesalahan dan dosa.


Berbagai makanan tersebut, lalu dikumpulkan menjadi satu tempat, yang bermakna umat muslim diminta untuk selalu menjalin silaturahmi , bergotong-royong saling membantu kepada sesama manusia.


Sebagai orang Jawa sudah seharusnya kita bangga dan terus melestarikan adat budaya yang baik tersebut. 

0/Post a Comment/Comments