"Madilog," Karya Tan Malaka : Menyingkap Tirai Kegelapan dengan Cahaya Rasionalitas

Tan Malaka, ca 1920. Foto: Wikipedia

GARDAJATIM.COM: Tan Malaka, lahir dengan nama asli Ibrahim pada 2 Juni 1897 di Nagari Pandam Gadang, Sumatera Barat, adalah salah satu tokoh revolusioner paling penting dalam sejarah Indonesia. 

Sebagai seorang aktivis kemerdekaan, pemikir Marxis, dan penulis, ia memainkan peran yang signifikan dalam perjuangan Indonesia melawan penjajahan Belanda.

Perjalanan Hidup dan Perjuangan

Tan Malaka menerima pendidikan formal di Sumatera dan kemudian melanjutkan studi di Belanda, di mana ia mulai mendalami pemikiran sosialisme dan Marxisme. Sekembalinya ke Indonesia, Tan Malaka terlibat aktif dalam gerakan kemerdekaan. 

Dia menjadi seorang tokoh penting dalam Partai Komunis Indonesia (PKI) pada awal 1920-an, meskipun kemudian dia berselisih dengan PKI terkait strategi perjuangan. 

Ia sering berada dalam pengasingan karena pandangan dan aktivitas politiknya yang radikal. 

Tan Malaka menulis banyak karya yang menjadi inspirasi bagi gerakan revolusioner di Indonesia, termasuk bukunya yang paling terkenal, "Madilog: Materialisme, Dialektika, dan Logika."

Madilog: Pemikiran Revolusioner Tan Malaka

"Madilog," yang merupakan singkatan dari Materialisme, Dialektika, dan Logika, adalah salah satu karya terpenting Tan Malaka, yang ditulis pada masa pengasingannya di tahun 1943. 

Buku ini menawarkan sebuah metodologi berpikir yang berpijak pada prinsip-prinsip Marxisme, namun dengan konteks lokal yang disesuaikan dengan kondisi Indonesia.

1. Materialisme: Tan Malaka menganjurkan penggunaan materialisme sebagai landasan berpikir, yang berarti memahami dunia berdasarkan kenyataan objektif dan material, bukan atas dasar mitos atau kepercayaan irasional. 

Baginya, realitas sosial dan ekonomi adalah hasil dari kondisi material yang konkret.

2. Dialektika: Dialektika dalam pemikiran Tan Malaka merujuk pada proses perubahan yang terjadi melalui kontradiksi internal dalam masyarakat. 

Dia menekankan pentingnya memahami bagaimana perubahan terjadi secara dialektis—melalui konflik antara kekuatan yang berlawanan, yang akhirnya mengarah pada perubahan sosial.

3. Logika: Tan Malaka mengajak para pembacanya untuk berpikir secara logis, sistematis, dan ilmiah dalam memahami dunia dan permasalahan yang dihadapi. 

Logika bagi Tan Malaka adalah alat untuk mengurai berbagai persoalan dan memahami hubungan sebab-akibat dalam masyarakat.

Menggantikan Pemikiran Mistis dengan Rasionalitas

Tan Malaka berupaya menggantikan cara berpikir tradisional yang sering kali bersifat mistis dan takhayul dengan pendekatan berpikir yang rasional, ilmiah, dan kritis. 

Pada masa itu, banyak masyarakat Indonesia masih terpengaruh oleh kepercayaan-kepercayaan yang tidak didasarkan pada logika atau pengetahuan ilmiah, seperti mitos, takhayul, dan dogma-dogma agama yang tidak rasional.

Tan Malaka melihat bahwa pemikiran mistis ini menghambat kemajuan sosial dan revolusi yang sejati. 

Dia percaya bahwa agar Indonesia bisa merdeka dan masyarakatnya dapat maju, rakyat harus melepaskan diri dari belenggu pemikiran yang tidak rasional. 

Oleh karena itu, "Madilog" menawarkan sebuah metodologi untuk membentuk cara berpikir yang lebih maju: memahami dunia melalui fakta material, melihat perubahan sosial melalui proses dialektika, dan menggunakan logika sebagai alat analisis.

Dengan kata lain, Tan Malaka mengajak masyarakat untuk menggunakan pemikiran yang berbasis pada realitas objektif dan pengetahuan yang dapat diuji, bukan sekadar menerima apa yang sudah diwariskan secara turun-temurun tanpa kritik. 

Upayanya ini adalah bagian dari proyek besar untuk menciptakan masyarakat yang lebih sadar, kritis, dan siap untuk mengambil kendali atas nasib mereka sendiri, tanpa bergantung pada kepercayaan mistis atau otoritas yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Bagi Tan Malaka, menggantikan pemikiran mistis dengan rasionalitas bukan hanya masalah intelektual, tetapi juga merupakan langkah fundamental dalam perjuangan kemerdekaan dan pembentukan masyarakat yang adil dan makmur. 

Inilah mengapa 'Madilog' dianggap sebagai karya revolusioner yang berusaha mengubah cara pandang masyarakat secara radikal.

Warisan Tan Malaka

Meskipun ia akhirnya dibunuh pada tahun 1949 oleh pasukan Republik dalam situasi yang penuh kontroversi, Tan Malaka tetap dikenang sebagai salah satu Bapak Bangsa Indonesia. 

Pemikirannya, terutama melalui "Madilog", masih relevan dan sering dijadikan referensi dalam diskusi mengenai revolusi, sosialisme, dan metode berpikir kritis di Indonesia.

Sebagai pejuang yang konsisten dalam memperjuangkan kemerdekaan dan keadilan sosial, Tan Malaka mewariskan pandangan dunia yang menantang dan menginspirasi generasi berikutnya untuk berpikir secara mandiri dan kritis.


Editor: Arga Narulata 

0/Post a Comment/Comments