Gardajatim.com - Makam Raden Tumenggung Jayengrono di Desa Pulung Merdiko, Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, merupakan salah satu situs sejarah dan wisata religi yang menarik untuk dikunjungi.
Makam ini menyimpan kisah perjuangan dan pengabdian seorang putra bangsawan yang turut membantu Sunan Pakubuwono II merebut kembali tahta Keraton Kasunanan Surakarta dari tangan pemberontak pecinan pada abad ke-18.
Raden Tumenggung Jayengrono adalah putra Raden Mas Sasangka atau Adipati Harya Metaun, adipati di Jipang (Bojonegoro).
Ia masih trah (keturunan) dari Sunan Pakubuwono dari garwo selir. Ia lahir pada tahun 1696 dan meninggal pada tahun 1780.
Ia dimakamkan di Desa Pulung Merdiko, tempat yang ia pilih sendiri sebagai wilayah kekuasaannya setelah dianugerahi gelar tumenggung dan bupati oleh Sunan Pakubuwono II.
Sebelum menjadi tumenggung dan bupati, Raden Tumenggung Jayengrono sempat menyamar sebagai rakyat biasa di Desa Kranggan, Sukorejo, Ponorogo.
Di sana, ia membantu menjaga keamanan desa yang sering diganggu oleh perampok dan penjahat.
Pada tahun 1742, ketika Sunan Pakubuwono II mengungsi ke Ponorogo karena pemberontakan pecinan yang dipimpin oleh Raden Mas Garendi, ia bertemu dengan Raden Tumenggung Jayengrono di Desa Kranggan.
Sunan Pakubuwono II terkesan dengan pembawaan dan budi pekerti Raden Tumenggung Jayengrono yang halus dan sopan.
Sunan Pakubuwono II yakin bahwa Raden Tumenggung Jayengrono adalah keturunan bangsawan dan memintanya untuk mengawal dan mengikuti dirinya dalam pelarian.
Raden Tumenggung Jayengrono pun setia mengikuti Sunan Pakubuwono II yang bertirakat sambil berpindah-pindah tempat di wilayah Ponorogo, seperti Pulung, Sawoo, Bayangkaki, Tegalsari, Menang, hingga Kondur.
Raden Tumenggung Jayengrono juga turut berperang melawan pasukan pecinan yang mengejar Sunan Pakubuwono II.
Berkat bantuan Raden Tumenggung Jayengrono dan para bupati lainnya, Sunan Pakubuwono II berhasil mengalahkan pemberontak pecinan dan mengembalikan tahtanya di Keraton Kasunanan Surakarta pada tahun 1745.
Sebagai tanda penghargaan dan penghormatan, Sunan Pakubuwono II memberikan gelar tumenggung dan bupati kepada Raden Tumenggung Jayengrono.
Sunan Pakubuwono II juga mempersilahkan Raden Tumenggung Jayengrono untuk memilih sendiri tempat yang akan menjadi wilayah kekuasaannya.
Raden Tumenggung Jayengrono memilih tanah Bedanten (Ponorogo Timur) yang subur dan makmur.
Ia menjadi Adipati I (pertama) di sana dan membangun kerajaan kecil yang mandiri dan sejahtera.
Raden Tumenggung Jayengrono dikenal sebagai pemimpin yang bijaksana, adil, dan berwibawa.
Ia juga dikenal sebagai orang yang saleh, taat beribadah, dan gemar bersedekah. Ia memiliki banyak keturunan yang tersebar di berbagai daerah, seperti Ponorogo, Madiun, Ngawi, Magetan, Bojonegoro, Tuban, Lamongan, Gresik, Surabaya, dan lain-lain.
Hanya keluarga dan keturunan Raden Tumenggung Jayengrono yang dimakamkan di kompleks makam yang berpagar di Desa Pulung Merdiko.
Makam Raden Tumenggung Jayengrono menjadi salah satu destinasi wisata religi yang banyak dikunjungi oleh para peziarah dari berbagai daerah, terutama pada bulan-bulan tertentu, seperti Rajab, Ruwah, puasa, Lebaran, dan Muharam.
Para peziarah datang untuk berdoa dan mencari keberkahan di makam Raden Tumenggung Jayengrono yang diyakini memiliki karomah dan karamah.
Menurut juru kunci makam, Muh Laili, banyak peziarah yang mengaku mendapatkan hajatnya terkabul setelah berziarah ke makam Raden Tumenggung Jayengrono.
Pemerintah Desa Pulung Merdiko telah menyediakan fasilitas yang memadai untuk menunjang kegiatan ziarah dan wisata di makam Raden Tumenggung Jayengrono.
Di sekitar makam, terdapat area tempat parkir yang luas, mushola, toilet umum, kios-kios penjual makanan dan minuman, serta pedagang-pedagang suvenir dan bunga.
Selain itu, di dekat makam juga terdapat masjid Jayengrono yang didirikan oleh Raden Tumenggung Jayengrono sebagai tempat ibadah dan pendidikan agama.
Makam Raden Tumenggung Jayengrono merupakan salah satu warisan sejarah dan budaya yang patut dilestarikan dan dikunjungi.
Makam ini tidak hanya menawarkan keindahan arsitektur dan pemandangan alam, tetapi juga nilai-nilai spiritual dan inspirasi bagi generasi penerus.
Makam ini juga menjadi saksi bisu dari perjuangan dan pengabdian seorang putra bangsawan yang rela meninggalkan kemewahan dan kesenangan dunia demi membela agama dan tanah airnya. (Editor: Fajar Setiawan)
Sumber: Disbudparpora Ponorogo
Posting Komentar