Sejak usia 12 tahun, Bung Tomo terpaksa meninggalkan sekolah MULO akibat dampak Depresi Besar yang melanda dunia. Ia kemudian bekerja secara serabutan untuk membantu perekonomian keluarganya. Meski begitu, ia tetap berusaha menuntut ilmu dengan mengikuti pendidikan HBS secara korespondensi, meski tidak pernah secara resmi lulus. Bung Tomo juga aktif dalam kegiatan kepanduan dan berhasil menjadi orang kedua di Hindia Belanda yang mencapai peringkat Pramuka Garuda pada usia 17 tahun.
Bung Tomo muda lebih banyak berkecimpung dalam bidang kewartawanan. Ia menjadi jurnalis lepas untuk beberapa media, seperti harian Soeara Oemoem, harian berbahasa Jawa Ekspres, mingguan Pembela Rakyat, dan majalah Poestaka Timoer. Ia juga bergabung dengan beberapa organisasi politik dan sosial yang disponsori oleh Jepang, seperti Gerakan Rakyat Baru dan Pemuda Republik Indonesia.
Bung Tomo menjadi terkenal karena peranannya dalam Pertempuran Surabaya pada 10 November 1945. Saat itu, rakyat Surabaya bersatu melawan pasukan Inggris dan Belanda yang ingin menguasai kembali Indonesia setelah Jepang menyerah. Bung Tomo, yang saat itu menjadi komandan Komando Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia, mengobarkan semangat para pejuang dengan pidato-pidatonya yang disiarkan melalui radio. Salah satu jargon yang paling terkenal dari pidato Bung Tomo adalah “Merdeka atau Mati”, yang menjadi simbol perlawanan rakyat Indonesia.
Pertempuran Surabaya berlangsung selama tiga minggu dan menelan banyak korban jiwa dari kedua belah pihak. Meski akhirnya rakyat Surabaya harus mundur dan kota Surabaya diduduki oleh pasukan Inggris dan Belanda, Pertempuran Surabaya tetap menjadi salah satu peristiwa penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Pertempuran Surabaya juga menginspirasi bangsa-bangsa lain di Asia dan Afrika untuk menentang penjajahan.
Setelah Pertempuran Surabaya, Bung Tomo terus berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Ia pernah menjabat sebagai Menteri Negara Urusan Bekas Pejuang Indonesia dan Menteri Sosial ad interim pada masa pemerintahan Presiden Soekarno. Ia juga mendirikan partai politiknya sendiri, yaitu Partai Rakyat Demokratik. Bung Tomo meninggal pada 7 Oktober 1981 di Arafah, Arab Saudi, saat menunaikan ibadah haji. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Atas jasa-jasanya, Bung Tomo dianugerahi gelar Pahlawan Nasional Indonesia pada 10 November 1973. (Editor: Fajar Setiawan)
Dikutip dari berbagai sumber.
Posting Komentar